BELAJAR MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MEMOTRET
Tujuan Kegiatan:
1). Memahami teknik pengaturan fokus pada objek diam
dan bergerak.
2). Mampu mengatur eksposure (pencayahaan) pada
objek.
3). Memahami tentang pengaturan kecepatan rana
dengan kepekaan media
rekam.
4). Mampu melakukan pengmbilan objek pada posisi
diam dan bergerak.
I.
BELAJAR DAN KONSEP
Teknik-teknik dasar pemotretan adalah suatu hal yang
harus dikuasai agar dapat menghasilkan
foto yang baik. Untuk mendapatkan hasil pemotretan yang Bagus, hal yang
sebaiknya dikuasai antara lain adalah teknik-teknik dasar pemotretan dan
penguasaan alat.
Kriteria
foto yang baik sebenarnya berbeda-beda bagi setiap orang, namun ada sebuah
kesamaan pendapat yang bisa dijadikan acuan. Foto yang baik memiliki ketajaman
gambar (fokus) dan pencahayaan (eksposure) yang tepat. Dengan kata lain foto
yang baik, terbentuk dari hasil perpaduan kedua hal tersebut
1.1 Fokus
Focusing ialah kegiatan mengatur ketajaman objek
foto, dilakukan dengan memutar ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada
jendela bidik objek yang semula kurang jelas menjadi jelas (fokus).
A.
Fokus Diam
Untuk
pengambilan gambar yang objeknya dalam posisi diam dapat dilakukan kegiatan
Mengatur ketajaman objek foto, dengan:
• Manual Focus: memutar
ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada jendela
bidik
objek yang semula kurang jelas menjadi jelas (fokus).
• Auto focus: dengan menekan setengah tombol shutter
release, hingga indikator
Focus menyala.
Foto
dikatakan fokus bila objek terlihat tajam/jelas dan memiliki garis-garis yang
tegas (tidak kabur). Pada ring fokus, terdapat angka-angka yang menunjukkan
jarak (dalam meter atau feet) objek dengan lensa.
TOPIK II TEKNIK PENGAMBILAN GAMBAR
B.
Fokus Bergerak
Untuk pemotretan objek yang bergerak menuntut
fotografer untuk terus menerus mengubah pengaturan fokus pada kameranya. Pada
saat pemotretan fashion show, fotografer menunggu moment saat sang peragawati
berada pada pose yang baik dan disain pakaian yang dikenakannya terekam secara
maksimal. Beberapa moment yang bagus dalam pemotretan fashion show adalah
ketika peragawati sedang berjalan menuju
ujung
catwalk. Dalam moment tersebut efek gerak dari disain baju bisa tertangkap
kamera. Khususnya untuk disain baju yang berkonsep pada rancangan gaun panjang
atau long dress. Untuk sudut pemotretan ini lebih bagus pada sisi kanan dan
kiri panggung. Karena dari sudut tersebut arah gerak kaki dan sibakan atau
lambaian kain bisa terekam dengan baik. Jadi anda tidak perlu kecewa kalo tidak
mendapat tempat di depan panggung catwalk. Untuk moment tersebut paling mudah
dilakukan dengan kamera berlensa AF (auto focus). Karena lensa AF mampu
mengejar dan mengunci focus dengan cepat pada obyek yang bergerak. Selama obyek
yang bergerak tersebut mendapat pencahayaan yang cukup terang, sehingga mampu
dibaca oleh sensor kamera.
C.
Fokus Jebakan
Pada hal-hal tertentu, kita harus memfokus dengan
perkiraan karena berbagai hal, misalnya obyeknya akan lewat dalam waktu
singkat, atau pada waktu yang tak terduga, atau pada keadaan yang tidak
memungkinkan kita memotret dengan kondisi normal.
Menyetel fokus dengan perkiraan tanpa membidik
disebut dengan istilah preset focus. Salah satu contoh pemotretan yang
menggunakan teknik preset focus adalah pada
pemotretan
fashion di catwalk. Ada beberapa fotografer ketika memotret fashion cenderung
mengambil moment pada saat sang peragawati pose di atas catwalk atau sambil
memain-mainkan ornamen atau asesoris yang ada pada baju yang dibawakan (misal:
selendang, gaun yang panjang dll). Atau juga ketika berjalan menuju ke ujung catwalk
(seperti pada kasus topik fokus bergerak). Pada teknik ini, fotografer yang
memakai lensa manual terlebih dahulu menyetel fokus dengan memperkiraan fokus
pada posisi sang peragawati akan melakukan gerakan-gerakan posenya.
Suatu
contoh :
Fotografer yang memakai
lensa fokus manual ingin memotret setiap peragawati yang pose di ujung catwalk.
Pada umumnya peragawati hanya pose dalam hitungan detik. Jadi sang fotografer
harus bisa menangkap moment yang sangat singkat tersebut. Daripada harus
mengubah-ubah setelan fokus, dia mengambil fokus benda yang berada dan sejajar
di area sang peragawati yang akan pose.
Seperti bagian tepi
kanan kiri catwalk, kemudian mempertahankan posisi fokus
tersebut.
Pengalaman saya, dulu saya memakai lakban / selotip untuk mengunci focus lensa
manual saya. Sehingga ring fokus lensa tidak berubah. Tetapi seperti biasa, apabila
dilakukan dengan lensa AF, maka fotografer hanya perlu mengatur lightmeter pada
kamera untuk mendapatkan pencahayaan yang normal.
Selain masalah fokus, satu hal yang perlu diperhatikan
dalam pemotretan fashion di atas catwalk adalah masalah pengaturan white
balance (WB) kamera. Pada umumnya di setiap pagelaran fashion khususnya di
Indonesia, type lighting yang dipakai mulai dari lighting panggung sampai
lighting spot untuk peragawati yang berpose adalah type tungsten.Type lampu
tungsten yang terekam di kamera digital akan membentuk imaji objek dengan
nuansa kuning. Tanpa disadari nuansa kuning tersebut akan mengganggu dan
mengubah nuansa warna baju yang dikenakan oleh peragawati.
1.2 Eksposure
Hal paling penting yang harus diperhatikan dalam
melakukan pemotretan adalah unsur pencahayaan. Pencahayaan adalah proses
dicahayainya media rekam (film atau sensor digital) yang ada di kamera. Cahaya
yang diterima objek harus cukup (tidak berlebihan atau kekurangan) sehingga
dapat terekam dengan baik oleh media rekam.
Proses pencahayaan (exposure) menyangkut perpaduan
beberapa hal, yaitu besarnya bukaan diafragma, kecepatan rana dan kepekaan
media rekam (ISO). Ketiga hal tersebut menentukan keberhasilan fotografer dalam
mendapatkan media rekam yang tercahayai normal, yaitu cahaya yang masuk ke
media rekam sesuai dengan yang dibutuhkan objek, tidak kelebihan cahaya (over
exposed) atau kekurangan cahaya (under exposed) .
Pencahayaan normal (norm eksposure) berarti warna
yang muncul pada hasil foto
sesuai
dengan yang diharapkan. - Kelebihan pencahayaan (over exposed) mengakibatkan
hasil
warna foto lebih putih dari keadaan normal, foto kehilangan detail. Kekurangan Mengidentifikasi pencahayaan
(under exposed) mengakibatkan hasil warna foto menjadi lebih gelap.
Mencahayai media rekam (film atau sensor digital)
dapat diibaratkan dengan membuka kran untuk mengisi air ke dalam ember. Cahaya
diumpamakan sebagai air, ASA/ISO/DIN kita umpamakan sebagai ukuran ember, ASA
rendah berarti ember yang kita gunakan lebih besar, sehingga membutuhkan air
(cahaya) yang lebih banyak. Besar kecilnya lubang kran ialah diafragma, lubang
(bukaan) besar, berarti air (cahaya) yang masuk lebih banyak, sehingga
pengisian air dalam ember menjadi lebih cepat. Kecepatan rana diumpamakan waktu
yang kita gunakan untuk memenuhi ember tersebut dengan air hingga penuh. Waktu yang
digunakan untuk mengisi ember tersebut harus tepat sehingga tidak sampai lebih
atau kekurangan.
1.3 Bukaan
Diafragma (apperture) dan Kecepatan Rana (shutter speed)
Bukaan Diafragma (apperture) Diafragma berfungsi
sebagai jendela pada lensa yang mengendalikan sedikit atau banyaknya cahaya melewati
lensa. Ukuran besar bukaan
diafragma
dilambangkan dengan f/angka. Angka-angka : 1,4
; 2 ; 2,8 ; 4 ; 5,6 ; 8 ; 11 ; 16 ;
22
; dst.
Penulisan diafragma ialah f/1,4 atau f/22.
Angka-angka tersebut menunjukkan besar kecilnya bukaan diafragma pada lensa.
Bukaan diafragma digunakan untuk menentukan intensitas cahaya yang masuk.
Hubungan antara angka dengan bukaan diafragma ialah berbanding terbalik.
“Semakin besar f/angka, semakin kecil bukaan diafragma, sehingga cahaya yang
masuk semakin sedikit. Sebaliknya, semakin kecil f/angka semakin lebar bukaan
diafragmanya sehingga cahaya yang masuk semakin banyak.” bukaan diafragma: http://i297.photobucket.com/albums/mm240/puanz/cam4.gif
- Kecepatan Rana (shutter speed) Kecepatan rana ialah cepat atau lambatnya rana
bekerja membuka lalu menutup kembali. Shutter speed mengendalikan lama cahaya
mengenai media rekam. Cara kerja rana seperti jendela. Rana berada di depan
bidang media rekam dan selalu tertutup jika shutter release tidak ditekan,
untuk melindungi bidang media rekam dari cahaya. Saat shutter release ditekan,
maka rana akan membuka dan menutup kembali sehingga cahaya dapat masuk dan
menyinari media rekam. Ukuran kecepatan rana dihitung dalam satuan per detik,
yaitu: 1 ; 2 ; 4 ; 8 ; 15 ; 30 ; 60 ; 125 ; 250 ; 500 ; 1000 ; 2000 ; dst dan B
(Bulb) untuk kecepatan tanpa batas waktu (rana membuka selama shutter release
ditekan). Angka 1 berarti rana membuka dengan kecepatan 1/1 detik. Angka 2000
berarti rana membuka dengan kecepatan 1/2000 detik, dst.
Hubungan antara angka dengan kecepatan rana membuka
menutup ialah berbanding lurus. “Semakin besar angkanya berarti semakin cepat
rana membuka dan Mengidentifikasi Materi Penunjang Efek Khusus by Rudi Hartono
Tarigan, S.Kom, M.Pd 16 menutup, maka semakin sedikit cahaya yang masuk.
Semakin kecil angkanya, berarti
semakin
lambat rana membuka dan menutup, maka semakin banyak cahaya yang masuk”
-
Kepekaan media rekam (ISO) terhadap cahaya Media rekam memiliki berbagai ukuran
kepekaan
cahaya. Satuan ukuran ini biasa disebut: - ASA : American Standard Association,
satuan yang banyak digunakan di dunia - DIN : Deutch Industri Norm, satuan ini
banyak digunakan di Jerman dan di daerah Eropa - ISO : International Standard
Organization, satuan internasional gabungan ASA dan DIN. Misal ASA 100 dan DIN
210, menjadi satuan ISO 100/210. Makin kecil satuan media rekam (semakin rendah
ISO), maka media rekam makin kurang peka cahaya sehingga makin banyak cahaya
yang dibutuhkan untuk menyinari media rekam tersebut, sebaliknya semakin tinggi
ISO maka media rekam semakin peka cahaya sehingga makin sedikit cahaya yang
dibutuhkan untuk menyinari media rekam tersebut. Misal, ISO 100 lebih banyak
butuh cahaya daripada ISO 400
II.
PERSIAPAN PRAKTEK
1. Pelajari terlebih dahulu tombol dan pengaturan perangkat
kamera.
2. Tentukan tema dan lokasi pemotretan.
3. Pastikan seluruh peralatan yang dibutuhkan telah
tersusun pada posisi
berdasarkan
kefungsiannya masing-masing dan dapat berfungsi dengan
baik.
4. Pastikan objek foto telah berada pada kondisi dan
posisi yang sesuai dengan
tema yang
telah ditentukan sebelumnya.
III.
PRAKTEK
1.1.
Pemotretan Ruang Gelap dan Terang
Fotografi adalah lukisan bercat cahaya. Maka, hal
terpenting dalam fotografi adalah pencahayaan. Sekilas memang pencahayaan ini
terkesan sulit, tapi pada dasarnya,
penyetelan
banyak - sedikitnya cahaya yang akan masuk dalam lensa kamera nggak begitu
rumit. Kamera digital memang memiliki penyetelan cahaya secara otomatis, yang
apabila
di tempat terang ia akan menyesuaikan setelan rana menjadi lebih sempit sehingga
hasil gambar akan normal, alias nggak berlebih cahaya (over-exposure).
Tapi bagaimana di tempat gelap? Realitanya,
kebanyakan kamera saku belum mampu mengatasi masalah pemotretan di tempat
gelap. Dengan setelan shutter yang relative cepat disertai dengan kondisi
cahaya minim, hasil foto pasti akan buram. Solusi untuk ini tentu saja dengan
memilih kecepatan rana rendah.
Bright Daylight Exposure atau BDE adalah istilah
yang digunakan untuk melakukan setting manual pencahayaan pada pemotretan di
luar ruangan pada siang hari dengan matahari bersinar cerah. Pada masa
penggunaan kamera analog yang menggunakan media film dan mengandalkan setting
manual, BDE merupakan standar pemotretan yang harus diketahui oleh seorang
fotografer. Pada masa itu, untuk memperoleh gambar yang bisa dilihat, film
harus diproses lebih dulu di ruang gelap. apabila hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan harapan, tentunya tidak mungkin untuk melakukan pemotretan ulang karena
pada saat foto selesai dicetak, momennya telah lama berlalu. Oleh karena itu, fotografer
harus mengerti betul setting pencahayaan pada kamera agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan harapan. Ada 3 faktor yang dapat mengatur agar media (film
ataupun sensor) memperoleh pencahayaan yang cukup saat pemotretan. Ketiga
faktor itu adalah:
1. ISO yaitu ukuran kepekaan media terhadap
intensitas cahaya yang masuk. Pada
masa
penggunaan film, ISO ini ditentukan oleh jenis film yang digunakan, jadi fotografer
tidak dapat lagi mengaturnya jika sudah memilih menggunakan film tertentu
2hutter
speed yaitu setting yang akan mengatur lamanya waktu
terbukanya
jendela cahaya
3. Aperture yaitu setting yang akan mengatur
lebar bukaan jendela cahaya
BDE
digunakan sebagai patokan untuk memastikan bahwa media memperoleh
pencahayaan
yang cukup sehingga diperoleh foto yang cerah (bright), tajam (contrast)
dan
jernih (clear). Karena pada masa itu ISO ditentukan oleh jenis film, maka BDE
pun harus didasarkan pada ISO. Patokannya, angka shutter speed harus sesuai
dengan ISO. Jadi setting BDE memiliki alternatif sebagai berikut:
ISO
100, shutter speed 125, aperture f.16
ISO
200, shutter speed 250, aperture f.16
ISO
400, shutter speed 500, aperture f.16
Pada kondisi lapangan dan setting ISO yang sama,
mungkin dilakukan perubahan setting
shutter
speed, namun harus diimbangi dengan perubahan setting aperture pada arah yang
berlawanan,
misalnya setting berikut memiliki tingkat pencahayaan yang sama:
ISO
100, shutter speed 125, aperture f.16
ISO
100, shutter speed 250, aperture f.11
ISO
100, shutter speed 500, aperture f.8
Kalau kondisi lapangan berbeda, misalnya langit
mendung, pemotretan dilakukan di tempat yang dinaungi pepohonan, atau di dalam
ruangan, maka fotografer harus peka
untuk
mengantisipasi perubahan keadaan tersebut. Pada masa lalu, untuk membantu para
fotografer
mengingat, setting yang dianjurkan untuk setiap perubahan keadaan dicantumkan
pada kotak film. Bentuknya kira-kira seperti ini:
Pengaturan Shutter speed dan
Aperture
1.2. Pemotretan Tanpa Flash
Tidak
semua tempat bisa dijadikan lokasi pemotretan sesuai keinginan kita. Di
museum,
misalnya, kita tidak bisa seenaknya menggunakan lampu flash saat memotret
obyek.
Untuk menyiasati larangan tersebut, coba setel ISO ke level yang paling tinggi,
buka aperture atau diafragma selebarnya dan gunakan shutter yang lambat. Dengan
setelan ini, ditambah dengan penggunaan tripod, niscaya gambar kita akan bebas
dari minim cahaya dan keburaman.
Namun bagaimana kalau nggak ada tripod? Jangan
khawatir, dengan teknik dasar,
hal-hal
sepert ini bisa diatasi. Caranya, perhatikan lah posisi tangan saat memotret. Minimalisasi
gerakan yang mampu mengaburkan gambar dengan menempelkan sedekat
mungkin
lengan yang memegang kamera ke badan kita, lalu teguhkan posisi badan. Memang,
trik ini nggak bisa menggantikan posisi tripod 100%, tapi bisa sedikit
mengurangi gerakan yang mampu mengaburkan gambar. Hal diatas sangat mudah
dipahami, sekarang konsentasikan teknik pemotretan ke pemilihan penempatan
obyek dalam gambar.
Umumnya pandangan seseorang akan tertumpu pada obyek
yang berada di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar