Minggu, 21 Juli 2013

BELAJAR MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MEMOTRET


BELAJAR MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MEMOTRET

Tujuan Kegiatan:

1). Memahami teknik pengaturan fokus pada objek diam dan bergerak.
2). Mampu mengatur eksposure (pencayahaan) pada objek.
3). Memahami tentang pengaturan kecepatan rana dengan kepekaan media
     rekam.
4). Mampu melakukan pengmbilan objek pada posisi diam dan bergerak.

I.                   BELAJAR DAN KONSEP
Teknik-teknik dasar pemotretan adalah suatu hal yang harus dikuasai agar dapat  menghasilkan foto yang baik. Untuk mendapatkan hasil pemotretan yang Bagus, hal yang sebaiknya dikuasai antara lain adalah teknik-teknik dasar pemotretan dan penguasaan alat.
Kriteria foto yang baik sebenarnya berbeda-beda bagi setiap orang, namun ada sebuah kesamaan pendapat yang bisa dijadikan acuan. Foto yang baik memiliki ketajaman gambar (fokus) dan pencahayaan (eksposure) yang tepat. Dengan kata lain foto yang baik, terbentuk dari hasil perpaduan kedua hal tersebut

1.1  Fokus
Focusing ialah kegiatan mengatur ketajaman objek foto, dilakukan dengan memutar ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada jendela bidik objek yang semula kurang jelas menjadi jelas (fokus).

A.    Fokus Diam
Untuk pengambilan gambar yang objeknya dalam posisi diam dapat dilakukan kegiatan Mengatur ketajaman objek foto, dengan:
• Manual Focus: memutar ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada jendela
  bidik  objek yang semula kurang jelas menjadi jelas (fokus).
• Auto focus: dengan menekan setengah tombol shutter release, hingga indikator
  Focus   menyala.
Foto dikatakan fokus bila objek terlihat tajam/jelas dan memiliki garis-garis yang tegas (tidak kabur). Pada ring fokus, terdapat angka-angka yang menunjukkan jarak (dalam meter atau feet) objek dengan lensa.

TOPIK II TEKNIK PENGAMBILAN GAMBAR

B.     Fokus Bergerak
Untuk pemotretan objek yang bergerak menuntut fotografer untuk terus menerus mengubah pengaturan fokus pada kameranya. Pada saat pemotretan fashion show, fotografer menunggu moment saat sang peragawati berada pada pose yang baik dan disain pakaian yang dikenakannya terekam secara maksimal. Beberapa moment yang bagus dalam pemotretan fashion show adalah ketika peragawati sedang berjalan menuju
ujung catwalk. Dalam moment tersebut efek gerak dari disain baju bisa tertangkap kamera. Khususnya untuk disain baju yang berkonsep pada rancangan gaun panjang atau long dress. Untuk sudut pemotretan ini lebih bagus pada sisi kanan dan kiri panggung. Karena dari sudut tersebut arah gerak kaki dan sibakan atau lambaian kain bisa terekam dengan baik. Jadi anda tidak perlu kecewa kalo tidak mendapat tempat di depan panggung catwalk. Untuk moment tersebut paling mudah dilakukan dengan kamera berlensa AF (auto focus). Karena lensa AF mampu mengejar dan mengunci focus dengan cepat pada obyek yang bergerak. Selama obyek yang bergerak tersebut mendapat pencahayaan yang cukup terang, sehingga mampu dibaca oleh sensor kamera.

C.    Fokus Jebakan
Pada hal-hal tertentu, kita harus memfokus dengan perkiraan karena berbagai hal, misalnya obyeknya akan lewat dalam waktu singkat, atau pada waktu yang tak terduga, atau pada keadaan yang tidak memungkinkan kita memotret dengan kondisi normal.
Menyetel fokus dengan perkiraan tanpa membidik disebut dengan istilah preset focus. Salah satu contoh pemotretan yang menggunakan teknik preset focus adalah pada
pemotretan fashion di catwalk. Ada beberapa fotografer ketika memotret fashion cenderung mengambil moment pada saat sang peragawati pose di atas catwalk atau sambil memain-mainkan ornamen atau asesoris yang ada pada baju yang dibawakan (misal: selendang, gaun yang panjang dll). Atau juga ketika berjalan menuju ke ujung catwalk (seperti pada kasus topik fokus bergerak). Pada teknik ini, fotografer yang memakai lensa manual terlebih dahulu menyetel fokus dengan memperkiraan fokus pada posisi sang peragawati akan melakukan gerakan-gerakan posenya.

Suatu contoh :
Fotografer yang memakai lensa fokus manual ingin memotret setiap peragawati yang pose di ujung catwalk. Pada umumnya peragawati hanya pose dalam hitungan detik. Jadi sang fotografer harus bisa menangkap moment yang sangat singkat tersebut. Daripada harus mengubah-ubah setelan fokus, dia mengambil fokus benda yang berada dan sejajar di area sang peragawati yang akan pose.
Seperti bagian tepi kanan kiri catwalk, kemudian mempertahankan posisi fokus
tersebut. Pengalaman saya, dulu saya memakai lakban / selotip untuk mengunci focus lensa manual saya. Sehingga ring fokus lensa tidak berubah. Tetapi seperti biasa, apabila dilakukan dengan lensa AF, maka fotografer hanya perlu mengatur lightmeter pada kamera untuk mendapatkan pencahayaan yang normal.
Selain masalah fokus, satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemotretan fashion di atas catwalk adalah masalah pengaturan white balance (WB) kamera. Pada umumnya di setiap pagelaran fashion khususnya di Indonesia, type lighting yang dipakai mulai dari lighting panggung sampai lighting spot untuk peragawati yang berpose adalah type tungsten.Type lampu tungsten yang terekam di kamera digital akan membentuk imaji objek dengan nuansa kuning. Tanpa disadari nuansa kuning tersebut akan mengganggu dan mengubah nuansa warna baju yang dikenakan oleh peragawati.



1.2  Eksposure
Hal paling penting yang harus diperhatikan dalam melakukan pemotretan adalah unsur pencahayaan. Pencahayaan adalah proses dicahayainya media rekam (film atau sensor digital) yang ada di kamera. Cahaya yang diterima objek harus cukup (tidak berlebihan atau kekurangan) sehingga dapat terekam dengan baik oleh media rekam.
Proses pencahayaan (exposure) menyangkut perpaduan beberapa hal, yaitu besarnya bukaan diafragma, kecepatan rana dan kepekaan media rekam (ISO). Ketiga hal tersebut menentukan keberhasilan fotografer dalam mendapatkan media rekam yang tercahayai normal, yaitu cahaya yang masuk ke media rekam sesuai dengan yang dibutuhkan objek, tidak kelebihan cahaya (over exposed) atau kekurangan cahaya (under exposed) .
Pencahayaan normal (norm eksposure) berarti warna yang muncul pada hasil foto
sesuai dengan yang diharapkan. - Kelebihan pencahayaan (over exposed) mengakibatkan
hasil warna foto lebih putih dari keadaan normal, foto kehilangan detail. Kekurangan Mengidentifikasi  pencahayaan (under exposed) mengakibatkan hasil warna foto menjadi lebih gelap.
Mencahayai media rekam (film atau sensor digital) dapat diibaratkan dengan membuka kran untuk mengisi air ke dalam ember. Cahaya diumpamakan sebagai air, ASA/ISO/DIN kita umpamakan sebagai ukuran ember, ASA rendah berarti ember yang kita gunakan lebih besar, sehingga membutuhkan air (cahaya) yang lebih banyak. Besar kecilnya lubang kran ialah diafragma, lubang (bukaan) besar, berarti air (cahaya) yang masuk lebih banyak, sehingga pengisian air dalam ember menjadi lebih cepat. Kecepatan rana diumpamakan waktu yang kita gunakan untuk memenuhi ember tersebut dengan air hingga penuh. Waktu yang digunakan untuk mengisi ember tersebut harus tepat sehingga tidak sampai lebih atau kekurangan.




1.3  Bukaan Diafragma (apperture) dan Kecepatan Rana (shutter speed)
Bukaan Diafragma (apperture) Diafragma berfungsi sebagai jendela pada lensa yang mengendalikan sedikit atau banyaknya cahaya melewati lensa. Ukuran besar bukaan
diafragma dilambangkan dengan f/angka. Angka-angka : 1,4 ; 2 ; 2,8 ; 4 ; 5,6 ; 8 ; 11 ; 16 ;
22 ; dst.
Penulisan diafragma ialah f/1,4 atau f/22. Angka-angka tersebut menunjukkan besar kecilnya bukaan diafragma pada lensa. Bukaan diafragma digunakan untuk menentukan intensitas cahaya yang masuk. Hubungan antara angka dengan bukaan diafragma ialah berbanding terbalik. “Semakin besar f/angka, semakin kecil bukaan diafragma, sehingga cahaya yang masuk semakin sedikit. Sebaliknya, semakin kecil f/angka semakin lebar bukaan diafragmanya sehingga cahaya yang masuk semakin banyak.” bukaan diafragma: http://i297.photobucket.com/albums/mm240/puanz/cam4.gif - Kecepatan Rana (shutter speed) Kecepatan rana ialah cepat atau lambatnya rana bekerja membuka lalu menutup kembali. Shutter speed mengendalikan lama cahaya mengenai media rekam. Cara kerja rana seperti jendela. Rana berada di depan bidang media rekam dan selalu tertutup jika shutter release tidak ditekan, untuk melindungi bidang media rekam dari cahaya. Saat shutter release ditekan, maka rana akan membuka dan menutup kembali sehingga cahaya dapat masuk dan menyinari media rekam. Ukuran kecepatan rana dihitung dalam satuan per detik, yaitu: 1 ; 2 ; 4 ; 8 ; 15 ; 30 ; 60 ; 125 ; 250 ; 500 ; 1000 ; 2000 ; dst dan B (Bulb) untuk kecepatan tanpa batas waktu (rana membuka selama shutter release ditekan). Angka 1 berarti rana membuka dengan kecepatan 1/1 detik. Angka 2000 berarti rana membuka dengan kecepatan 1/2000 detik, dst.
Hubungan antara angka dengan kecepatan rana membuka menutup ialah berbanding lurus. “Semakin besar angkanya berarti semakin cepat rana membuka dan Mengidentifikasi Materi Penunjang Efek Khusus by Rudi Hartono Tarigan, S.Kom, M.Pd 16 menutup, maka semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin kecil angkanya, berarti
semakin lambat rana membuka dan menutup, maka semakin banyak cahaya yang masuk”
- Kepekaan media rekam (ISO) terhadap cahaya Media rekam memiliki berbagai ukuran
kepekaan cahaya. Satuan ukuran ini biasa disebut: - ASA : American Standard Association, satuan yang banyak digunakan di dunia - DIN : Deutch Industri Norm, satuan ini banyak digunakan di Jerman dan di daerah Eropa - ISO : International Standard Organization, satuan internasional gabungan ASA dan DIN. Misal ASA 100 dan DIN 210, menjadi satuan ISO 100/210. Makin kecil satuan media rekam (semakin rendah ISO), maka media rekam makin kurang peka cahaya sehingga makin banyak cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari media rekam tersebut, sebaliknya semakin tinggi ISO maka media rekam semakin peka cahaya sehingga makin sedikit cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari media rekam tersebut. Misal, ISO 100 lebih banyak butuh cahaya daripada ISO 400

II.               PERSIAPAN PRAKTEK
1. Pelajari terlebih dahulu tombol dan pengaturan perangkat kamera.
2. Tentukan tema dan lokasi pemotretan.
3. Pastikan seluruh peralatan yang dibutuhkan telah tersusun pada posisi
   berdasarkan kefungsiannya masing-masing dan dapat berfungsi dengan
              baik.
4. Pastikan objek foto telah berada pada kondisi dan posisi yang sesuai dengan
  tema yang telah ditentukan sebelumnya.


III.            PRAKTEK
1.1.           Pemotretan Ruang Gelap dan Terang
Fotografi adalah lukisan bercat cahaya. Maka, hal terpenting dalam fotografi adalah pencahayaan. Sekilas memang pencahayaan ini terkesan sulit, tapi pada dasarnya,
penyetelan banyak - sedikitnya cahaya yang akan masuk dalam lensa kamera nggak begitu rumit. Kamera digital memang memiliki penyetelan cahaya secara otomatis, yang
apabila di tempat terang ia akan menyesuaikan setelan rana menjadi lebih sempit sehingga hasil gambar akan normal, alias nggak berlebih cahaya (over-exposure).
Tapi bagaimana di tempat gelap? Realitanya, kebanyakan kamera saku belum mampu mengatasi masalah pemotretan di tempat gelap. Dengan setelan shutter yang relative cepat disertai dengan kondisi cahaya minim, hasil foto pasti akan buram. Solusi untuk ini tentu saja dengan memilih kecepatan rana rendah.
Bright Daylight Exposure atau BDE adalah istilah yang digunakan untuk melakukan setting manual pencahayaan pada pemotretan di luar ruangan pada siang hari dengan matahari bersinar cerah. Pada masa penggunaan kamera analog yang menggunakan media film dan mengandalkan setting manual, BDE merupakan standar pemotretan yang harus diketahui oleh seorang fotografer. Pada masa itu, untuk memperoleh gambar yang bisa dilihat, film harus diproses lebih dulu di ruang gelap. apabila hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan, tentunya tidak mungkin untuk melakukan pemotretan ulang karena pada saat foto selesai dicetak, momennya telah lama berlalu. Oleh karena itu, fotografer harus mengerti betul setting pencahayaan pada kamera agar hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan. Ada 3 faktor yang dapat mengatur agar media (film ataupun sensor) memperoleh pencahayaan yang cukup saat pemotretan. Ketiga faktor itu adalah:

1. ISO yaitu ukuran kepekaan media terhadap intensitas cahaya yang masuk. Pada
masa penggunaan film, ISO ini ditentukan oleh jenis film yang digunakan, jadi fotografer tidak dapat lagi mengaturnya jika sudah memilih menggunakan film tertentu
2hutter speed yaitu setting yang akan mengatur lamanya waktu terbukanya
jendela  cahaya

3. Aperture yaitu setting yang akan mengatur lebar bukaan jendela cahaya
BDE digunakan sebagai patokan untuk memastikan bahwa media memperoleh
pencahayaan yang cukup sehingga diperoleh foto yang cerah (bright), tajam (contrast)
dan jernih (clear). Karena pada masa itu ISO ditentukan oleh jenis film, maka BDE pun harus didasarkan pada ISO. Patokannya, angka shutter speed harus sesuai dengan ISO. Jadi setting BDE memiliki alternatif sebagai berikut:
ISO 100, shutter speed 125, aperture f.16
ISO 200, shutter speed 250, aperture f.16
ISO 400, shutter speed 500, aperture f.16

Pada kondisi lapangan dan setting ISO yang sama, mungkin dilakukan perubahan setting
shutter speed, namun harus diimbangi dengan perubahan setting aperture pada arah yang
berlawanan, misalnya setting berikut memiliki tingkat pencahayaan yang sama:
ISO 100, shutter speed 125, aperture f.16
ISO 100, shutter speed 250, aperture f.11
ISO 100, shutter speed 500, aperture f.8
Kalau kondisi lapangan berbeda, misalnya langit mendung, pemotretan dilakukan di tempat yang dinaungi pepohonan, atau di dalam ruangan, maka fotografer harus peka
untuk mengantisipasi perubahan keadaan tersebut. Pada masa lalu, untuk membantu para
fotografer mengingat, setting yang dianjurkan untuk setiap perubahan keadaan dicantumkan pada kotak film. Bentuknya kira-kira seperti ini:

 Pengaturan Shutter speed dan Aperture

1.2. Pemotretan Tanpa Flash
Tidak semua tempat bisa dijadikan lokasi pemotretan sesuai keinginan kita. Di
museum, misalnya, kita tidak bisa seenaknya menggunakan lampu flash saat memotret
obyek. Untuk menyiasati larangan tersebut, coba setel ISO ke level yang paling tinggi, buka aperture atau diafragma selebarnya dan gunakan shutter yang lambat. Dengan setelan ini, ditambah dengan penggunaan tripod, niscaya gambar kita akan bebas dari minim cahaya dan keburaman.
Namun bagaimana kalau nggak ada tripod? Jangan khawatir, dengan teknik dasar,
hal-hal sepert ini bisa diatasi. Caranya, perhatikan lah posisi tangan saat memotret. Minimalisasi gerakan yang mampu mengaburkan gambar dengan menempelkan sedekat
mungkin lengan yang memegang kamera ke badan kita, lalu teguhkan posisi badan. Memang, trik ini nggak bisa menggantikan posisi tripod 100%, tapi bisa sedikit mengurangi gerakan yang mampu mengaburkan gambar. Hal diatas sangat mudah dipahami, sekarang konsentasikan teknik pemotretan ke pemilihan penempatan obyek dalam gambar.
Umumnya pandangan seseorang akan tertumpu pada obyek yang berada di

Tidak ada komentar:

Posting Komentar